Menurut Danuri (1996:15-17) situasi
dalam keluarga dapat dibedakan menjadi enam tipe yaitu: (a) keluarga yang
sibuk, (b) keluarga yang lemah wibawa, (c)
keluarga yang tegang (d) keluarga yang retak, (e) keluarga yang pamer,
dan (f) keluarga yang ideal.
Keluarga
yang sibuk, kehidupannya selalu diikuti
oleh kesibukan semua anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ayah, ibu bekerja bahkan anak-anaknya
juga harus ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga
orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya. Hambatan yang dialami oleh
keluarga yang ibunya sibuk bekerja adalah perasaan berdosa terhadap anggota
keluarganya. Hal ini mengakibatkan
kecenderungan terlalu memanjakan anak-anaknya. Akibatnya anak-anaknya
merasa sangat diperhatikan dan terlalu dilindungi sehingga anak menjadi
ketergantungan.
Kewibawaan orang tua sangat berpengaruh pada sikap
dan tingkah laku anak-anaknya. Orang tua
yang tidak berwibawa atau lemah wibawa akan berakibat anak-anaknya cenderung bertingkah laku seenaknya sendiri,
berbuat sesuka hatinya, sehingga sering terjadi penyimpangan terhadap norma
yang berlaku. Anak merasa lebih pandai, tidak pernah memperhatikan
nasihat orang tuanya, kurang menghormati saran dari orang tuanya. Anak-anaknya
menganggap orang tua tidak berkuasa terhadap
mereka maka cenderung tidak patuh terhadap pendi-dikan di dalam
keluarganya.
Situasi
keluarga
yang tegang mengakibatkan hubungan di antara anggota keluarga kurang
akrab, kurang adanya kasih sayang bahkan seringkali terjadi ketegangan antara
ayah dan ibu. Di antara ayah dan ibu kurang hormat menghormati, kurang sopan
santun, dan kurang saling pengertian. Sudah tidak ada unsur kepercayaan, tidak
matang cara berfikir, tidak mampu mengatasi emosi yang menyala-nyala, ti-dak ada
kerja sama, tidak dapat menyesuaikan diri, tidak seiyasekata, dan tidak ada
musyawarah, sehingga tidak terwujud kebahagiaan di dalam keluarga. Hal ini akan
berakibat bagi anak-anak tertanam rasa untuk memihak ayah atau ibu, dan
keluarga tegang ini biasanya dia-lami oleh keluarga besar yang ekonominya
kurang. Akibat dari kelu-arga yang tegang ini maka proses pendidikan di dalam keluarga ter-hadap anak-anaknya bersifat
keras, sehingga anak menjadi keras ke-pala, mau menang sendiri.
Dalam keluarga yang retak, suasananya sudah tidak harmonis antara ayah dan ibu, tidak ada kesatuan
pendapat, sikap dan pandangan terhadap
sesuatu yang dihadapinya. Antara suami dan istri sudah tidak atau kurang
memenuhi hak kewajibannya masing-masing.
Karena hubungan ayah dan ibu tidak harmonis lagi akibatnya anak-anaknya
terlantar, terutama pendidikan di dalam keluarga, sehingga tidak jarang
anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua-nya.
Pada kehidupan keluarga yang suka
pamer bisaanya tidak mempunyai pegangan yang kuat dan ketetapan hati karena
mereka pada umumnya sudah hanyut pada suasana baru, mereka tidak mau
keting-galan, tetapi yang diikuti bukan kemajuan yang sebenarnya, namun
bersifat semu. Mereka lebih menitikberatkan pada kemajuan-kemajuan lahiriyah yang
berupa kemewahan dan mengabaikan segi kerohanian. Keluarga yang senang pamer
ini bisaanya iri terhadap kekayaan, keberhasilan, keberuntungan orang lain.
Dari rasa iri tersebut mengakibatkan keluarga tidak tentram dan menjadi sumber
ketegangan dalam keluarga. Situasi di dalam
keluarga yang suka pamer akan mengakibatkan
suasan tegang, tidak seimbang, tidak terjamin kebahagiaan lahir dan batin,
sehingga ketegangan terjadi di dalam keluarga. Akibatnya pendidikan
anak-anak menjadi tidak lancar karena kurang mendapat perhatian dari ayah dan
ibu.
Keluarga yang ideal adalah keluarga yang didambakan oleh semua
orang. Dalam keluarga ini terdapat suasana yang menyenangkan. Bisaanya
terdapat dalam keluarga yang anggota keluarganya tidak terlalu besar, mutu anggota
keluarga tinggi, sumber penghasilan cukup, mempunyai pandangan hidup beragama
yang kuat, hidup sederhana dan adanya saling pengertian di antara anggota
keluarga terutama ayah dan ibu, sehingga cita-cita keluarga sejahtera lahir dan
batin akan dapat terealisasi di dalam keluarga.
Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena anak mengenal
pendidikan yang pertama kali adalah di dalam lingkungan keluarga. Di lingkungan
keluarga segala sikap dan tingkah laku orang
tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ayah dan ibu merupakan pendidik dalam kehidupan yang nyata,
sehingga sikap dan tingkah laku orang tua akan diamati oleh anak tidak
sebagai teori melainkan sebagai pengalaman bagi anak yang akan mempengaruhi sikap
dan tingkah laku anak. Pendidikan di dalam
keluarga ini merupakan dasar bagi perkembangan dan pendidikannya pada
saat berikutnya. Dengan demikian jelas bahwa
keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan titik tolak
pendidikan selanjutnya bagi anak-anaknya.
0 comments:
Post a Comment