Wednesday, September 12, 2012

Situasi Keluarga


Menurut Danuri (1996:15-17) situasi dalam keluarga dapat dibedakan menjadi enam tipe yaitu: (a) keluarga yang sibuk, (b) keluarga yang lemah wibawa, (c) keluarga yang tegang (d) keluarga yang retak, (e) keluarga yang pamer, dan (f) keluarga yang ideal.
Keluarga yang sibuk, kehidupannya selalu diikuti oleh kesibukan semua anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ayah, ibu bekerja bahkan anak-anaknya juga harus ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya. Hambatan yang dialami oleh keluarga yang ibunya sibuk bekerja adalah perasaan berdosa terhadap anggota keluarganya. Hal ini mengakibatkan kecenderungan terlalu memanjakan anak-anaknya. Akibatnya anak-anaknya merasa sangat diperhatikan dan terlalu dilindungi sehingga anak menjadi ketergantungan.
Kewibawaan orang tua sangat berpengaruh pada sikap dan tingkah laku anak-anaknya. Orang tua yang tidak berwibawa atau lemah wibawa akan berakibat anak-anaknya cenderung bertingkah laku seenaknya sendiri, berbuat sesuka hatinya, sehingga sering terjadi penyimpangan terhadap norma yang berlaku. Anak merasa lebih pandai, tidak pernah memperhatikan nasihat orang tuanya, kurang menghormati saran dari orang tuanya. Anak-anaknya menganggap orang tua tidak berkuasa terhadap mereka maka cenderung tidak patuh terhadap pendi-dikan di dalam keluarganya.
Situasi keluarga yang tegang mengakibatkan hubungan di antara anggota keluarga kurang akrab, kurang adanya kasih sayang bahkan seringkali terjadi ketegangan antara ayah dan ibu. Di antara ayah dan ibu kurang hormat menghormati, kurang sopan santun, dan kurang saling pengertian. Sudah tidak ada unsur kepercayaan, tidak matang cara berfikir, tidak mampu mengatasi emosi yang menyala-nyala, ti-dak ada kerja sama, tidak dapat menyesuaikan diri, tidak seiyasekata, dan tidak ada musyawarah, sehingga tidak terwujud kebahagiaan di dalam keluarga. Hal ini akan berakibat bagi anak-anak tertanam rasa untuk memihak ayah atau ibu, dan keluarga tegang ini biasanya dia-lami oleh keluarga besar yang ekonominya kurang. Akibat dari kelu-arga yang tegang ini maka proses pendidikan di dalam keluarga ter-hadap anak-anaknya bersifat keras, sehingga anak menjadi keras ke-pala, mau menang sendiri.
Dalam keluarga yang retak, suasananya sudah tidak harmonis antara ayah dan ibu, tidak ada kesatuan pendapat, sikap dan pandangan terhadap sesuatu yang dihadapinya. Antara suami dan istri sudah tidak atau kurang memenuhi hak  kewajibannya masing-masing. Karena hubungan ayah dan ibu tidak harmonis lagi akibatnya anak-anaknya terlantar, terutama pendidikan di dalam keluarga, sehingga tidak jarang anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua-nya.
Pada kehidupan keluarga yang suka pamer bisaanya tidak mempunyai pegangan yang kuat dan ketetapan hati karena mereka pada umumnya sudah hanyut pada suasana baru, mereka tidak mau keting-galan, tetapi yang diikuti bukan kemajuan yang sebenarnya, namun bersifat semu. Mereka lebih menitikberatkan pada kemajuan-kemajuan lahiriyah yang berupa kemewahan dan mengabaikan segi kerohanian. Keluarga yang senang pamer ini bisaanya iri terhadap kekayaan, keberhasilan, keberuntungan orang lain. Dari rasa iri tersebut mengakibatkan keluarga tidak tentram dan menjadi sumber ketegangan dalam keluarga. Situasi di dalam keluarga yang suka pamer akan mengakibatkan suasan tegang, tidak seimbang, tidak terjamin kebahagiaan lahir dan batin, sehingga ketegangan terjadi di dalam keluarga. Akibatnya pendidikan anak-anak menjadi tidak lancar karena kurang mendapat perhatian dari ayah dan ibu.
Keluarga yang ideal adalah keluarga yang didambakan oleh semua orang. Dalam keluarga ini terdapat suasana yang menyenangkan. Bisaanya terdapat dalam keluarga yang anggota keluarganya tidak terlalu besar, mutu anggota keluarga tinggi, sumber penghasilan cukup, mempunyai pandangan hidup beragama yang kuat, hidup sederhana dan adanya saling pengertian di antara anggota keluarga terutama ayah dan ibu, sehingga cita-cita keluarga sejahtera lahir dan batin akan dapat terealisasi di dalam keluarga.
Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena anak mengenal pendidikan yang pertama kali adalah di dalam lingkungan keluarga. Di lingkungan keluarga segala sikap dan tingkah laku orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ayah dan ibu merupakan pendidik dalam kehidupan yang nyata, sehingga sikap dan tingkah laku orang tua akan diamati oleh anak tidak sebagai teori melainkan sebagai pengalaman bagi anak yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Pendidikan di dalam keluarga ini merupakan dasar bagi perkembangan dan pendidikannya pada saat berikutnya. Dengan demikian jelas bahwa keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan titik tolak pendidikan selanjutnya bagi anak-anaknya.

0 comments:

Post a Comment