Pada abad ini hampir di segala sektor kehidupan
terjadi perubahan yang sangat cepat, bahkan hampir tak terduga. Supaya semua
perubahan tersebut segera dapat diketahui seseorang harus memperoleh informasi
dari sumber manapun. Kemampuan yang harus dimiliki untuk melakukan itu semua
adalah kemampuan membaca. Kemampuan membaca tersebut bukan sekadar dapat
membaca, melainkan membaca secara cepat, apalagi sumber informasi digital dan
elektronis yang sekarang ini semakin pesat.
Menurut Baldridge (1979), setiap calon
cendekiawan abad modern ini dituntut untuk membaca 850.000 kata/menit. Jika
seseorang hanya mampu membaca 250 kata/menit, dalam seminggu ia harus membaca
kira-kira 56 jam, artinya 8 jam/hari. Sungguh dramatis, bukankah hidup ini
tidak hanya diabdikan untuk membaca? Masih banyak tugas lain yang lebih penting
daripada itu. Agar seseorang dapat memanfaatkan waktu dengan efisien, sekali
lagi seseorang perlu memiliki keterampilan membaca cepat. Kemampuan membaca
cepat ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan tujuan dan
manfaat yang ditetapkan.
Kenyataan menunjukkan bahwa semakin berkembang
karier seseorang tuntutan untuk membaca juga semakin besar, padahal waktu yang
tersedia semakin terbatas. Semua harus berpacu dengan informasi dan gagasan
yang setiap hari membanjiri meja kerjanya. Informasi yang membanjir akan
memperbudaknya apabila ia tidak terampil membaca cepat. Sementara itu, masih
terdengar keluhan bahwa kemampuan membaca buku-buku para mahasiswa Indonesia
terlalu lemah. Mereka terlalu lama menyelesaikan pembacaan buku-buku, bahkan
buku-buku yang tipis sekalipun. Hal itu terjadi bukan hanya karena kesalahan
mereka. Sewaktu bersekolah di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar mereka memang
diajari membaca, mengenali kata, mengejanya, dan seterusnya. Ketika duduk di
bangku Sekolah Menengah Pertama mereka tidak lagi diajari cara membaca yang
benar. Salah satunya adalah cara membaca cepat yang benar.
Tampaknya terdapat berbagai sebab mengapa
kemampuan membaca para siswa kita rendah .Faktor yang dimaksud dapat berasal
dari dalam maupun dari luar siswa. Faktor dari dalam berarti faktor dari siswa.
Mereka mempunyai kebiasaan ‘menunda atau interupsi, mengulangi pembacaan,
vokalisasi dan subvokalisasi. Sedangkan faktor dari luar misalnya dari guru.
Guru kurang tepat dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran. Secara
tidak langsung hal tersebut akan semakin membuat kemampuan membaca para siswa
semakin rendah dan ini berarti semakin memperbesar ketidak berhasilan
pembelajaran membaca cepat.
0 comments:
Post a Comment