Keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif dan menyenangkan menyebabkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya, keberhasi!an peserta didik akan rendah jika kondisi pembelajaran kurang kondusif dan membosankan. Dengan kata lain, terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik akan berhasil dengan optimal dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan dalam proses pembelajaran.
Proses
pembelajaran akan berlangsung secara efektif apabila didukung oleh motivasi
belajar yang kuat dan siswa. Teori-teori belajar apa pun apabila didukung oleh
motivasi belajar yang tinggi dalam proses pembelajaran, maka akan memperoleh
hasil yang maksimal. S. Nasution:2004)
Pada tataran realitas, melalui survey awal ditemukan bahwa secara umum
siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kaliwungu masih banyak mengalami kesulitan dan
tingkat motivasi yang rendah daam mempelajari IPA pada materi Tekanan pada Zat,
indikasi itu terlihat dari beberapa segi antara lain dalam hal kepemilikan buku
pelajaran hanya 25% sswa yang memilikinya. Siswa yang mau bertanya pada teman
tentang materi IPA baru mencapai 31,25%. Siswa yang mau bertanya kepada guru
sebesar 18,75%. Siswa yang selalu mengulang pelajaran IPA di rumah berkisar
3,125%. Siswa yang selalu tepat waktu mengumpulkan tugas IPA 25%. Siswa yang
mengganggap materi IPA sangat sulit sebanyak 40,625%. Siswa yang sangat serius
mengikuti pelajaran IPA hanya 6,25% dan siswa yang mengaku rugi jika tidak
mengikuti materi petajaran IPA hanya sebanyak 75%.
Dengan fakta tersebut, maka penulis sebagai guru IPA berfikir
untuk mencoba menerapkan model
pembelajaran Think Pair Share dalam rangka meningkatkan
partisipasi siswa dalam belajar sehingga diharapkan hasil belajar siswa dapat
meningkat.
Think-Pair-Share (TPS) atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan
jenis cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok
kecil (2-5 orang) dan lebih dicirikan oeh penghargaan kooperatif daripada
penghargaan individu. Langkah-Iangkahnya adalah: Thinking (berpikir) mengenai
pelajaran, Pairing (berpasangan) untuk berdiskusi dan Sharing (berbagi);
membahas hasil diskusi. Model pembelajaran Think-Pair-Share dikembangkan
oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model
pembelajaran Think-Pair-Share merupakn salah satu model pembelajaran
kooperatif sederhana, Teknik ini memberi kesempaan pada siswa untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57).
Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah
salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain.
Adapun
angkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share adalah:1) guru
membagi siswa dalam kelompok berempat dan membenikan tugas kepada semua
kelompok, 2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, 3)
siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan
pasangannya, 4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa
mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat
(Lie, 2004: 58).
Think-Pair-Share
memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu
lebih banyak untuk berpikir menjawab, dan saling membantu satu sama lain
(Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik
atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta
siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.
Dalam
model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan
siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas.
Tahap
utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27)
adalah sebagal berikut: Tahap 1: Thingking (berpikir) Guru mengajukan
pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta
untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa
saat.
Tahap
2: Pairing, Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap mi,
setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka
dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan,
atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3: Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta kepada
pasangan untuk berbagi tentang apa yang telah mereka bicarakan. dalam seluruh
kelas dapat dilakukan dengan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil
atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga pasangan telah mendapat
kesempatan untuk melaporkan. Kegiatan “berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam Think-Pair-Share
memberikan keuntungan, Siswa secara mengembangkan pemikirannya masing-masing
karena berpikir (think time), sehingga kuatas jawaban juga dapat meningkat.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.
terbit tanggal 13 Feb 2020, Radar Semarang Jawa Pos