This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, May 20, 2020

Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia tentang teks deskprisi



Pada dasarnya ketrampilan membaca dan menulis sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena pengetahuan apapun tidak terlepas dari membaca dan menulis. Tanpa memiliki ketrampilan tersebut, maka pengetahuan apapun yang diberikan akan sia-sia dan tidak berarti, mengingat saat ini merupakan era globalisasi yang banyak menuntut berbagai ketrampilan. Oleh sebab itu, penguasaan ketrampilan membaca dan menulis sangat diperlukan. 

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 2 Kaliwungu Kabupaten Kendal masih rendah khususnya Bahasa Indonesia. Ini dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar pra siklus 66,66% dari jumlah siswa, memperoleh nilai dibawah KKM 75 dan hasil rata-rata kelas 72,56. Untuk meningkatkan hasil belajar diperlukan penggunaan metode demonstrasi, untuk memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan. Maka dapat dilakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia tentang teks deskripsi dengan metode demonstrasi siswa kelas VII B SMP N 2 Kaliwungu Kendal

Metode demonstrasi menurut Fat Hurrahman (2011), menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan metode demonstrasi ialah suatu upaya atau praktek dengan menggunakan peragaan yang ditujukan pada siswa yang tujuannya ialah agar supaya semua siswa lebih mudah dalam memahami dan mempraktekkan dari apa yang telah diperolehnya dan dapat mengatasi suatu permasalahan apabila terdapat perbedaan”.

Wina Sanjaya (2006), Sumatri dan Permana (1999) menyatakan bahwa “ metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan cara memperagakan dan mempertunjukkan pada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang ahli dalam topic bahasan yang harus didemonstrasikan”. 

Langkah-langkah metode demonstrasi sebagai berikut : a)Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b)Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan. c)Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan. d)Menunjuk salah seorang peserta didik untuk mewakili kelompoknya untuk mendemonstrasikan sesuai sekenario yang telah disiapkan. e)Seluruh peserta didik memperhatikan demonstrasi dan manganalisa.  f ) Menarik kesimpulan.

Penggunaan metode demonstrasi pada pembelajaran bahasa Indonesia : a )Melatih siswa untuk gemar membaca. b) Melatih siswa membaca nyaring dengan lafal dan intonasi yang tepat. c )Melatih siswa untuk percaya diri.d )Setelah membaca siswa memahami isi bacaan.

Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran teks deskripsi dengan menggunakan metode demostrasi sebagai berikut : a ) Siswa dibagi menjadi 6 kelompok. b) Siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya. c) Masing-masing kelompok memberi nilai pada waktu temannya membaca. d) Masing-masing kelompok membacakan hasil diskusi. e) Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil diskusi.

Setelah dilaksanakan pembelajaran teks deskripsi dengan menggunakan metode demonstrasi  kenaikan hasil belajar yang ditunjukkan adanya kenaikan rata-rata kelas. Pada siklus 1 nilai rata-rata kelas mencapai 76, ketuntasan belajar 60% dan semua siswa tuntas belajar sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75. Sedangkan pada siklus 2 rata-rata kelas mencapai 80, ketuntasan belajar 85%.

Berdasarkan hasil penelitian  di atas, maka peneliti menyimpulkankan bahwa Penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia tentang teks deskprisi pada siswa kelas VII B SMP Negeri 2 Kaliwungu Kabupaten Kendal.

*)Ery Kundyarti, terbit tanggal 5 Mei 2020, Radar Semarang Jawa Pos )


Friday, May 15, 2020

Strategi pembelajaran Card Sort untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia

 


Membiasakan membaca atau literasi merupakan hal penting bagi setiap umat manusia. Masyarakatpun mempunyai perhatian yang serius terhadap pembimbingan membaca atauliterasi, hal ini terbukti dengan banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan gerakan literasi di sekolah. Tapi kenyataannya masih banyak siswa siswi SMP N 2 Kaliwungu yang belum dapat membaca Puisi dengan benar, bahkan belum dapat memahami sebuah puisi dengan baik,, walaupun sarana prasarana sangat memadai. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa, hususnya materi membaca karya sastra. Setelah diadakan proses belajar mengajar dan diadakan evaluasi, ternyata hasilnya tidak seperti yang diharapkan.


Hasil belajar yang belum memuaskan itu dikarenakan dalam proses pembelajaran belum menggunakan strategi yang menarik bagi siswa, tapi hanya menggunakan methode ceramah, sehingga cenderung siswa itu pasip dan hanya mendengarkan saja, peneliti berharap dengan menggunakan strategi pembelajaran yang menarik akan dapat memotivasi siswa untuk belajar yang ahirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Motivasi siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar juga rendah, hal ini terbukti dengan kondisi siawa, ketika peneliti masuk kelas masih ada beberapa siswa yang belum mempersiapkan perlengkapan belajar, bahkan masih ada siswa yang belum duduk di tempatnya. Selain itu peneliti juga belum  menggunakan strategi pembelajaran Card Sort.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menganggap Standar Kompetensi Membaca Karya sastra dengan Kompetensi Dasar Membaca Puisi perlu diteliti lewat PTK. Dengan menerapkan strategi Pembelajaran Card Sort,  peneliti berharap dapat mengoptimalkan aktifitas belajar siswa serta melatih siswa untuk bekerja sama yang baik dengan teman-temannya. Peneliti menganggap penelitian ini penting dilakukan dengan harapan dapat menemukan strategi yang jitu bagi guru untuk  melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca puisi yang lebih efektif serta memotivasi siswa untuk mempelajari Bahasa Indonesia dengan sepenuh hati yang pada ahirnya dapat meningkatkan kemampuan membaca Puisi sesuai dengan ilmu yang ada.

                   Untuk menerapkan strategi pembelajaran Card Sort, dilakukan secara kelompok besar yaitu antara 4-5 siswa, kemudian dilakukan dengan dengan berpasangan. Dengan cara ini peneliti berharap dapat memaksimalkan hasil belajar yang diperoleh siswa.   Strategi pembelajaran Card Sort (Sortir Kartu), merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta tentang obyek atau mereview informasi. Gerakan fisik yang dilakukan dalam strategi ini dapat membantu mendinamiskan kelas yang jenuh atau bosan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan strategi pembelajaran Card Sort adalah sebagai berikut :1) Guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok sesuai SK/KD mapel ( Catatan : @ perkirakan jumlah kartu sama dengan jumlah murid di kelas. @ isi kartu terdiri dari kartu induk /topik utama dan rincian). 2) Seluruh kartu diacak/dikocok agar tercampur. 3) Bagikan kartu kepada murid dan pastikan masing-masing memperoleh satu (boleh dua). 4) Perintahkan setiap murid bergerak mencari kartu induknya dengan mencocokkan kepada kawan sekelasnya. 5) Setelah kartu induk beserta seluruh rinciannya ketemu, perintahkan masing-masing membentuk kelompok dan menempelkan hasilnya di papan secara urut. 6) Lakukan koreksi bersama setelah semua kelompok menempelkan hasilnya. 7) Mintalah salah satu penanggungjawab hasil sortir kartunya, kemudian mintalah komentar dari kelompok lainnya. 8) Berilah apresiasi setiap hasil kerja murid. 9) Lakukan klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut.

Strategi pembelajaran Card Sort bertujun untuk mengaktifkan setiap individu sekaligus kelompok ( Cooperative learning) dalam belajar.

                Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar Bahasa Indonesia dengan penerapan model pembelajaran Card Sort lebih tinggi daripada aktivitas belajar Bahasa Indonesia dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan model pembelajaran Card Sort lebih tinggi daripada hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Card Sort terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia.

Thursday, March 5, 2020

Penggunaan metode Reading Guide untuk meningkatkan hasil belajar IPA

             
Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah selayaknya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan, Pendidikan hendaknya memandang dan selalu memikirkan apa yang akan dihadapi siswa di masa yang akan datang.

Pembelajaran yang bersifat kooperatif sangat diperlukan dalam proses pembelajaran karena pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks (Trianto,2007:41)

Keberhasilan suatu pembelajaran sangat dipengaruhi dalam pemilihan metode yang akan digunakan. Metode dalam Ilmu Pengetahuan Alam merupakan cara penerapan prinsisp-prinsip didaktis, pendidikan dan psikologis dalam menyediakan kondisi, yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang mengakibatkan perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi (Shalahuddin, 1987:23)                       

Penggunaan metode yang tidak tepat akan berdampak pada kurang efektifnya proses pembelajaran sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku dan hasil yang didapatkan siswa pada mata pelajaran tersebut.

Dalam pengamatan yang dilaksanakan sebelum penelitian, partisipasi siswa dalam proses pembelajaran kurang sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari hasil belajar yang didapatkan pada nilai Ulangan Tengah Semester yang rendah.

Membaca adalah suatu kuci pokok seseorang untuk dapat meraih kesuksesan dalam berbagai hal dalam kehidupan kita sehari-hari baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan fakta tersebut, maka penulis sebagai guru IPA berfikir untuk mencoba menerapkan metode Reading Guide dalam rangka meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar sehingga diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat.

Sebagai alasan dalam pemilihan metode Reading Guide adalah karena Metode Reading Guide ini bersifat efektif, komprehensif, Melekat, dan Menyenangkan.

Lokasi sekolah yang berada di wilayah pedesaan seperti SMP Negeri 2 Kaliwungu Kendal sangat mendukung untuk melakukan pembelajaran dengan Metode Reading Guide di sekitar sekolah. Penggunaan metode Reading Guide merupakan metode pembelajaran inovatif yang lebih banyak melibatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran IPA yang diharapkan dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA Fisika bagi siswa. 

Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa dari proses belajar. Menurut Sudjana (2012: 3) pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.

Reading Guide atau disebut juga bacaan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang dalam pelaksanaannya menitik beratkan pada unsur membaca dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan yang didalamnya merupakan inti dari apa yang ingin di gali dari pokok bahasan materi tersebut.

Langkah-langkah / sintaks dalam pembelajaran dengan Metode Reading Guide adalah sebagai berikut: 1)Tentukan bacaan yang akan dipelajari. 2) Buatlah pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta atau kisi-kisi dan boleh juga bagan atau skema yang dapat diisi oleh mereka dari bahan bacaan yang telah dipilih tadi. 3) Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan atau kisi-kisi kepada peserta. 4) Tugas peserta adalah mempelajari bahan bacaan tersebut dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehingga tidak memakan waktu yang berlebihan. 5) Bahas  pertanyaan  atau  kisi-kisi  tersebut  dengan menanyakan kepada peserta. 6) Pada akhir pembelajaran, berilah ulasan atau penjelasan secukupnya. 7) Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. (lsmail,2008:80).

Dengan menggunakan metode Reading Guide ini diharapkan dapat membuat siswa lebih konsentrasi, perhatian pada satu fokus, dapat dilaksanakan dimana saja, dan siswa terbiasa untuk membaca dan menyimpulkan materi bacaan.

Membaca adalah salah satu aktifitas yang paling pokok dalam mencapai kesuksesan dalam belajar karena dengan membaca akan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam diri kita. Orang bijak mengatakan bahwa membaca adalah jendela dunia.

                Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan metode Reading Guide lebih tinggi daripada aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar IPA siswa dengan penerapan metode Reading Guide lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan metode Reading Guide terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. ( Artikel diterbitkan tanggal 02 Maret 2020, Radar Semarang Jawa Pos )

Monday, February 17, 2020

              
Keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif dan menyenangkan menyebabkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya, keberhasi!an peserta didik akan rendah jika kondisi pembelajaran kurang kondusif dan membosankan. Dengan kata lain, terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik akan berhasil dengan optimal dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan dalam proses pembelajaran.

                Proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif apabila didukung oleh motivasi belajar yang kuat dan siswa. Teori-teori belajar apa pun apabila didukung oleh motivasi belajar yang tinggi dalam proses pembelajaran, maka akan memperoleh hasil yang maksimal. S. Nasution:2004)                       

               Pada tataran realitas, melalui survey awal ditemukan bahwa secara umum siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Kaliwungu masih banyak mengalami kesulitan dan tingkat motivasi yang rendah daam mempelajari IPA pada materi Tekanan pada Zat, indikasi itu terlihat dari beberapa segi antara lain dalam hal kepemilikan buku pelajaran hanya 25% sswa yang memilikinya. Siswa yang mau bertanya pada teman tentang materi IPA baru mencapai 31,25%. Siswa yang mau bertanya kepada guru sebesar 18,75%. Siswa yang selalu mengulang pelajaran IPA di rumah berkisar 3,125%. Siswa yang selalu tepat waktu mengumpulkan tugas IPA 25%. Siswa yang mengganggap materi IPA sangat sulit sebanyak 40,625%. Siswa yang sangat serius mengikuti pelajaran IPA hanya 6,25% dan siswa yang mengaku rugi jika tidak mengikuti materi petajaran IPA hanya sebanyak 75%.

Dengan fakta tersebut, maka penulis sebagai guru IPA berfikir untuk mencoba menerapkan model pembelajaran Think Pair Share dalam rangka meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar sehingga diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat.

             Think-Pair-Share (TPS) atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-5 orang) dan lebih dicirikan oeh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu. Langkah-Iangkahnya adalah: Thinking (berpikir) mengenai pelajaran, Pairing (berpasangan) untuk berdiskusi dan Sharing (berbagi); membahas hasil diskusi. Model pembelajaran Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakn salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana, Teknik ini memberi kesempaan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57).

             Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain.

             Adapun angkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share adalah:1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan membenikan tugas kepada semua kelompok, 2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, 3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, 4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58).

             Think-Pair-Share memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut.

             Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas.

             Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagal berikut: Tahap 1: Thingking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

             Tahap 2: Pairing, Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap mi, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3: Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi tentang apa yang telah mereka bicarakan. dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Kegiatan “berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam Think-Pair-Share memberikan keuntungan, Siswa secara mengembangkan pemikirannya masing-masing karena berpikir (think time), sehingga kuatas jawaban juga dapat meningkat.

                Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.

terbit tanggal 13 Feb 2020, Radar Semarang Jawa Pos

Sunday, January 5, 2020

Penggunaan Animasi model untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi Tata surya

                
                                                    Pembelajaran IPA harus diajarkan baik sebagai
produk maupun sebagai proses. Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur,  teori, hukum dan postulat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang mengajarkan IPA hanya sebatas IPA sebagai produk. Siswa jarang diajak untuk melakukan pembelajaran sebagai proses sehingga siswa kerap kali mempelajari IPA sebatas teori dan hukum-hukum, serta postulat-postulat dalam IPA.

Pembelajaran yang bersifat teacher centered, di mana guru hanya  meyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual akan berdampak pada kurang berkembangnya sikap ilmiah siswa. Hal ini dikarenakan peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor.

Kenyataan bahwa hasil belajar siswa masih rendah tersebut mendorong diperlukannya suatu perbaikan pembelajaran guna meningkatkan sikap ilmiah pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat mendorong berkembangnya sikap ilmiah adalah animasi model. Melalui pembelajaran animasi model, siswa dapat berperan sebagai modelnya menggantikan peredaran bumi dan matahari sebagai pusat tata surya.

Animasi model dilakukan oleh beberapa siswa. Dalam satu kelompok 8 orang siswa bergandengan tangan membentuk Lingkaran dengan posisi saling membelakangi. Salah satu siswa berdiri di luar lingkaran dan meyalakan senter, seolah- olah menjadi Matahari. Arahkan nyala senter pada siswa yang membentuk lingkaran, siswa yang terkena cahaya senter mengalami siang dan yang tidak terkena cahaya mengalami malam. Siswa yang mengalami pagi hari mengatakan selamat pagi, yang mengalami siang mengatakan selamat siang, sore mengatakan selamat sore, dan malam mengatakan selamat malam. Siswa yang membentuk lingkaran untuk selalu berputar dari arah barat ke timur berlawanan dengan arah perputaran jarum jam

Seandainya siswa yang membentuk lingkaran dianalogikan sebagai Bumi, maka akan terjawab kala rotasi bumi, gerak semu harian matahari yang terlihat bergerak dari timur ke barat, kejadian yang sebenarnya adalah bergeraknya bumi mengelilingi matahari atau berotasi dari barat ke timur.     Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa dari proses belajar. Menurut Sudjana (2012: 3) pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.

                Dengan animasi model memungkinkan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk tampil menjadi model sehingga dapat berperan sebagai obyek sekaligus sebagai subyek pembelajaran. Siswa dapat mengamati, mengalami dan mempelajari sendiri secara langsung tentang materi tata surya khususnya pada materi Rotasi bumi dan juga akaibat dari rotasi bumi. Dengan kata lain siswa diajak untuk melakukan percobaan, untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan.

                Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan animasi model  lebih tinggi daripada aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar IPA siswa dengan penerapan animasi model lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan animasi model terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. 

*)Sukasmo, terbit tanggal 25 Des 2019, Radar Semarang Jawa Pos 

Saturday, December 28, 2019

Penggunaan model pembelajaran POE untuk meningkatkan hasil belajar IPA

Pembelajaran IPA harus diajarkan baik sebagai produk maupun sebagai proses. Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur,  teori, hukum dan postulat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang mengajarkan IPA hanya sebatas IPA sebagai produk. Siswa jarang diajak untuk melakukan pembelajaran sebagai proses sehingga siswa kerap kali mempelajari IPA sebatas teori dan hukum-hukum, serta postulat-postulat dalam IPA.
            Pembelajaran yang bersifat teacher centered, di mana guru hanya  meyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual akan berdampak pada kurang berkembangnya sikap ilmiah siswa. Hal ini dikarenakan peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor.

Kenyataan bahwa hasil belajar siswa masih rendah tersebut mendorong diperlukannya suatu perbaikan pembelajaran guna meningkatkan sikap ilmiah pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat mendorong berkembangnya sikap ilmiah adalah model POE (Prediction, Observation, Explanation). Melalui pembelajaran model POE, siswa didorong untuk berpikir kritis dalam menyusun prediksi-prediksi dalam IPA, kemudian didorong melakukan percobaan untuk membuktikan prediksi yang sudah disusun dan selanjutnya menjelaskan hasil percobaan dibandingkan dengan prediksi yang sudah disusun sebelumnya.

Lokasi sekolah yang berada di wilayah pedesaan seperti SMP Negeri 2 Kaliwungu Kendal sangat mendukung untuk melakukan pembelajaran dengan mengamati ekosistem secara langsung di lingkungan alam baik di kebun atau persawahan yang masih banyak ditemui di sekitar sekolah. Penggunaan model pembelajaran POE (Prediction, Observation, Explanation) diharapkan dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA Fisika bagi siswa. 

Hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa dari proses belajar. Menurut Sudjana (2012: 3) pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.

                Model pembelajaran  POE menggali pemahaman konsep IPA siswa melalui  tiga langkah utama. Menurut Indrawati dan Setiawan (2009: 45)  ketiga langkah utama dalam model pembelajaran POE dapat diuraikan sebagai berikut:

satu) Predict, merupakan suatu proses membuat dugaan terhadap suatu peristiwa fisika. Dalam membuat dugaan siswa sudah memikirkan alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu. dua) Observe, yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi. Dengan kata lain siswa diajak untuk melakukan percobaan, untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan. tiga) Explain, yaitu pemberian penjelasan terutama tentang kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi.

                Penelitian menyimpulkan bahwa:satu) kognitif proses siswa dalam pembelajaran fisika setelah menggunakan model POE berbasis ketrampilan proses termasuk dalam kategori baik, dua) peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model POE berbasis ketrampilan proses termasuk dalam kategori sedang, tiga) ada perbedaan signifikan hasil belajar siswa antara menggunakan model POE berbasis ketrampilan proses dengan yang tidak menggunakan model POE berbasis ketrampilan proses.

                Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: satu) aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model POE lebih tinggi daripada aktivitas belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional, dua) hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model POE lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan model POE terbukti efektif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.

*)Sukasmo, terbit tanggal 12 Des 2019, Radar semarang Jawa Pos 

Saturday, September 28, 2019

KLASIFIKASI DIKOTOMI DAN KUNCI DETERMINASI

Klasifikasi Dikotom dan Kunci Determinasi
Pada awalnya dalam klasifikasi, makhluk hidup dikelompokkan dalam kelompok-kelompokberdasarkan persamaan ciri yang dimiliki. Kelompok-kelompok tersebut dapat didasarkan pada ukuran besar hingga kecil dari segi jumlah anggota kelompoknya.Namun, kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan persamaan dan perbedaan. Makin ke bawah persamaan yang dimiliki anggotanya di dalam tingkatan klasifikasi tersebut makin banyak dan memiliki perbedaan makin sedikit. Urutan kelompok ini disebut takson.
Orang yang pertama melakukan pengelompokan ini adalah Linnaeus (17071778) berdasarkan Kategori yang digunakan pada waktu itu.Perhatikan Tabel 2.4.

Urutan tersebut didasarkan atas persamaan ciri yang paling umum, kemudian makin ke bawah persamaan ciri semakin khusus dan perbedaan ciri semakin sedikit.
a. Kriteria Klasifikasi Tumbuhan
Para ahli melakukan pengklasifikasian tumbuhan dengan memerhatikan beberapa kriteria yang menjadi penentu dan selalu diperhatikan. Berikut contohnya.
1) Organ perkembangbiakannya, apakah dengan spora atau dengan bunga.
2) Habitusnya, apakah berupa pohon, perdu atau semak.
3) Bentuk dan ukuran daun.
4) Cara berkembang biak, apakah dengan seksual (generatif) atau aseksual (vegetatif).
b. Kriteria Klasifikasi Hewan Sama halnya dengan pengklasifikasian tumbuhan, dalam mengklasifikasikan hewan, para ahli juga mengklasifikasi dengan melihat kriteria berikut ini.
1) Saluran pencernaan makanan. Hewan tingkat rendah belum mempunyai saluran pencernaan makanan. Hewan tingkat tinggi mempunyai lubang mulut, saluran pencernaan, dan anus.
2) Kerangka (skeleton), apakah kerangka di luar tubuh (eksoskeleton) atau di dalam tubuh (endoskeleton).
3) Anggota gerak, apakah berkaki dua, empat, atau tidak berkaki.
c. Kunci Determinasi
Kunci determinasi merupakan suatu kunci yang dipergunakan untuk menentukan filum atau divisi, kelas, ordo, famili, genus, atau spesies. Dasar yang dipergunakan kunci determinasi ini adalah identifikasi dari makhluk hidup dengan menggunakan kunci dikotom.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kunci determinasi adalah seperti berikut.
1) Kunci harus dikotomi.
2) Kata pertama dalam tiap pernyataan dalam 1 kuplet harus identik, contoh
• tumbuhan berumah satu …
• tumbuhan berumah dua …
3) Pilihan atau bagian dari kuplet harus kontradiktif, sehingga satu bagian dapat diterima dan yang lain ditolak.
4) Hindari pemakaian kisaran yang tumpang tindih atau hal-hal yang bersifat relatif dalam kuplet, contohnya panjang daun 4-8 cm, daun besar atau kecil.
5) Gunakan sifat-sifat yang bisa diamati.
6) Pernyataan dari dua kuplet yang berurutan jangan dimulai dengan kata yang sama.
7) Setiap kuplet diberi nomor.
8) Buat kalimat pertanyaan yang pendek.
Sekarang kita sudah dapat mengelompokkan benda dan cara pengelompokan ini dikenal dengan pengelompokan dikotom. Para ahli berbeda-beda dalam mengklasifikasi makhluk hidup. Pengklasifikasian yang dilakukan dibenarkan selama dasar dalam mengklasifikasi jelas dan tepat. Setiap ahli mengklasifikasi berdasarkan persamaan-persamaan yang mereka amati.
2. Kelompok Makhluk Hidup yang Berukuran Kecil (Mikroskopis)
Ada makhluk hidup yang berukuran sangat kecil? Tempat hidupnya di mana-mana, misalnya di dalam tanah, dalam air, dalam sisa-sisa makhluk hidup, dalam tubuh manusia, bahkan dalam sebutir debu. Pada Gambar 2.18 berikut kamu dapat melihat bakteri Escherichia coli yang dilihat dengan mikroskop electron (a) dan dengan mikroskop cahaya menggunakan pewarnaan Gram (b).

Pada pengamatan makhluk hidup yang berukuran kecil, kamu memerlukan alat bantu yang disebut mikroskop..

TINGKAT KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP

Tingkatan klasifikasi makhluk hidup terdiri atas 7 tingkatan. Tingkatan klasifikasi mahluk hidup tersebut pertama kali dilakukan oleh Linneaus. Tingkatan takson tersebut dimulai dari yang paling umum (tinggi) sampai yang paling spesifik (rendah). Berikut ini penjelasan tentang 7 tingkatan klasifikasi makhluk hidup.

1. Kingdom atau Regnum – Kingdom adalah tingkatan tertinggi pada klasifikasi makhluk hidup. Binatang akan diklasifikasikan sebagai kingdom Animalia, sedangkan tumbuhan masuk ke dalam tumbuhan kingdom plantae.
2. Filum atau Divisio – Filum disebut juga dengan keluarga besar. Ciri-ciri umum pada satu kingdom akan dikelompokkan menjadi beberapa filum, tergantung dari ciri-ciri yang ditunjukkan. Beberapa contoh jenis filum pada hewan di antaranya filum Arthropoda dengan ciri-ciri memiliki kaki berbuku-buku dan kutikula yang keras, filum chordata memiliki ciri bertulang belakang dan bernotokorda. Contoh lainnya adalah filum pada tumbuhan, seperti filum Spermatophyta atau tumbuhan berbiji dan filum Basidiomycota atau disebut sebagai tumbuhan jamur berbasidium.
3. Kelas – Tingkatan di bawah filum atau divisio adalah kelas. Jika tumbuhan atau hewan pada filum atau divisio memiliki ciri yang sama maka akan dimasukkan ke dalam satu kelas. Pada tumbuhan dikenal ada dua macam kelas yaitu tumbuhan dengan biji berkeping satu dan tumbuhan dengan biji berkeping dua. Jadi filum Spermatophyta terbagi menjadi dua kelas yaitu Monocotyledonae (berkeping satu) dan Dicotyledonae (berkeping dua). Sedangkan pada hewan, hewan memiliki beberapa kelas. Sebagai contoh kelas hewan mamalia seperti sapi, anjing, kuda, kambing, dan sebagainya.
4. Ordo – Tingkatan takson yang berada di bawah kelas adalah ordo. Pada tumbuhan, nama ordo biasanya berakhiran dengan –ales, sedangkan pada hewan tidak ada ciri khusus pada karakteristik penamaan. Contoh penamaan ordo pada hewan misalnya adalah herbivora, carnivora, omnivora, dan sebagainya. Contoh: kelas mamalia terbagi atas beberapa ordo, misalnya ordo herbivora meliputi sapi, kambing, gajah, dan sebagainya, ordo carnivora meliputi anjing, harimau, beruang, dan sebagainya, lalu ordo omnivora contohnya adalah babi.
5. Famili atau Keluarga – Famili merupakan tingkatan takson di bawah ordo, biasanya terdapat suatu kelompok yang berkerabat serta memiliki beberapa kesamaan ciri. Pada tumbuhan, nama famili akan berakhiran -aceae, sedangkan pada hewan nama famili akan berakhiran dengan -idae. Contohnya: Rosaceae (keluarga mawar), Solanaceae (keluarga kentang), Falidae (keluarga kucing), dan Canidae (keluarga anjing).
6. Genus – Nama genus dari makhluk hidup dapat diambil dari berbagai kata, misalnya dari zat kandungannya, nama hewan, dan lain sebagainya. Nama genus diawali dengan huruf kapital, penulisannya dengan bercetak miring atau tegak namun dengan garis bawah.
7. Species atau Jenis – Species menjadi satuan dasar untuk sistem klasifikasi. Species merupakan tingkatan terendah dalam sistem klasifikasi makhluk hidup. Spesies merupakan makhluk hidup yang melakukan perkawinan dengan sesamanya dan menghasilkan keturunan yang fertil. Penulisan spesies makhluk hidup biasanya digabung bersama nama genus makhluk hidup. Dua kata dalam penamaan ilmiah makhluk hidup menunjukkan nama genus dan jenisnya. Kata pertama adalah nama genus, sedangkan kata kedua adalah jenis makhluk hidup.
Itulah penjelasan mengenai 7 tingkatan takson pada sistem klasifikasi makhluk hidup. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai perkembangan klasifikasi makhluk hidup dari masa ke masa.
Perkembangan Klasifikasi Makhluk Hidup dari Masa ke Masa
Klasifikasi makhluk hidup telah dikenal sejak zaman dahulu, Seorang ahli filsafat Yunani, Aristoteles (384-322 SM), telah melakukan klasifikasi makhluk hidup dengan mengklasifikasikan tumbuhan dan hewan. Meskipun telah mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, pada masa itu manusia belum mengenal mikroorganisme seperti bakteri atau berbagai makhluk bersel satu. Dalam perkembangannya, sistem klasifikasi makhluk hidup telah mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Semua itu tidak terlepas dari peranan para ilmuwan untuk terus melakukan penelitian. Berikut ini beberapa sistem klasifikasi makhluk hidup dari masa ke masa.
1. Sistem Klasifikasi Makhluk Hidup Pra-Linnaeus
Pada masa pra-Linnaeus, sistem klasifikasi makhluk hidup dilakukan dengan dasar pengamatan ciri-ciri morfologis makhluk hidup. Pada masa ini, seorang ahli filsafat Yunani, Aristotels, memiliki peranan besar dalam perkembangan sistem klasifikasi makhluk hidup. Pada masa pra-Linnaeus, makhluk hidup baru diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tumbuhan dan hewan. Sebenarnya, pada masa itu klasifikasi telah dilakukan secara merinci. Hewan-hewan diberi nama berdasarkan manfaat, ciri-ciri, serta manfaat yang dimiliki. Hanya saja pada masa itu orang-orang belum menyadari akan sistem klasifikasi makhluk hidup, selain itu sistem klasifikasi juga dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Mereka mengelompokkan makhluk hidup sebagai hewan dan tumbuhan.
2. Sistem Klasifikasi 2 Kingdom
Sistem klasifikasi 2 kingdom merupakan awal mula majunya perkembangan sistem taksonomi. Pada masa ini dikenal adanya 2 macam kingdom yaitu kingdom animalia (hewan) dan kingdom plantae (tumbuhan). Pada masa ini, seorang ilmuwan asal Swedia bernama C. Linneaus adalah tokoh yang berperan besar melakukan sistem klasifikasi makhluk hidup. Sistem klasifikasi 2 kingdom diterapkan pada tahun 1735. Sistem klasifikasi 2 kingdom dianggap belum sempurna dan masih memiliki beberapa kekurangan, seperti penggolongan makhluk hidup yang masih terlalu umum serta kurang spesifiknya penggolongan tersebut. Akibatnya, ada beberapa jenis makhluk hidup yang tidak dapat digolongkan ke dalam dua kingdom tersebut. Meskipun masih belum sempura dan masih memiliki kekurangan, sistem klasifikasi 2 kingdom dianggap sebagai cikal bakal atau pengarah utama untuk menuju sistem kingdom selanjutnya.
3. Sistem Klasifikasi 3 Kingdom
Jika sebelumnya Linneaus mengkasifikasikan makhluk hidup menjadi 2 kingdom, selanjutnya Ernst Haeckel pada tahun 1866 mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi 3 kingdom. Sistem klasifikasi 3 kingdom ini terdiri atas kingdom animalia (hewan), kingdom plantae (tumbuhan), dan kingdom protista (organisme bersel satu dan organisme multiseluler sederhana). Awal mula dimasukkannya protista menjadi salah satu kingdom ialah ketika makhluk hidup bersel satu mulai ditemukan. Makhluk hidup bersel satu tersebut dibagi menjadi 2 filum, filum pertama ialah filum Protozoa yaitu untuk menyebutkan makhluk bersel satu yang dapat bergerak, filum yang kedua adalah Thallophyta atau Protophyta yaitu filum yang menyatakan makhluk hidup bersel satu seperti alga dan bakteri. Kingdom Protista digunakan untuk menyatakan organisme bersel satu. Kingdom ini memiliki sifat hewan dan tumbuhan sekaligus.
Sayangnya, sistem klasifikasi 3 kingdom ini masih belum sempurna. Bakteri yang termasuk ke dalam makhluk hidup tidak dapat dimasukkan ke dalam kingdom manapun. Hal tersebut tidak lain karena bakteri merupakan organisme mikroskopis yang tidak memiliki inti sel. Terlepas dari itu semua, sistem klasifikasi 3 kingdom menunjukkan adanya kemajuan dalam sistem klasifikasi. Organisme bersel satu atau multiseluler sederhana telah memiliki kingdom tersendiri, mengingat makhluk hidup tersebut memiliki ciri yang berbeda dengan hewan dan tumbuhan.
4. Sistem Klasifikasi 4 Kingdom
Copeland dan Whittaker adalah dua tokoh yang sangat berperan dalam penemuan sistem klasifikasi 4 kingdom. Dua ilmuwan tersebut mengkasifikasikan makhluk hidup menjadi 4 kingdom. Meskipun sama-sama mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi 4 kingdom, keduanya memiliki sistem klasifikasi yang berbeda. Copeland mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi kingdom Monera, kingdom Protoctista, kingdom Metaphyta dan kingdom Metazoa. Tumbuhan Kingdom Monera merupakan kumpulan organisme yang tidak memiliki membran inti dan memiliki sifat prokariotik. Lain halnya dengan kingdom Protoctista (Protista) yang bersifat eukariotik. Kingdom Metaphyta merupakan kumpulan tumbuhan yang mengalami masa pertumbuhan embrio. Sedangkan kingdom Metazoa merupakan kingdom dengan kumpulan hewan yang mengalami masa perkembangan embrio dalam siklus hidupnya.
Lain halnya dengan Whittaker, ia mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi kingdom Animalia, kingdom Plantae, kingdom Fungi, dan kingdom Protista. Fungi memang memiliki ciri yang hampir sama dengan tumbuhan, hanya saja memiliki beberapa karakteristik yang berbeda, karenanya fungi dijadikan satu kingdom tersendiri. Fungi adalah organisme heterotrof yang tidak dapat mensintesis makanannya sendiri, lain halnya dengan tumbuhan yang dapat mensintesis makanannya sendiri. Jamur/fungi tidak dapat melakukan proses pencernaan sendiri layaknya binatang, fungi juga tidak dapat membuat makanan sendiri seperti tumbuhan, karena itu fungi dikelompokkan menjadi kingdom tersendiri. Fungi hidup dengan mengeluarkan enzim pencernaan pada sekitar makanan mereka, kemudian fungi akan melakukan penyerapan nutrisi makanan ke dalam sel.
5. Sistem Klasifikasi 5 Kingdom
Kindom ini dianggap sebagai penyempurna dari sistem klasifikasi sebelumnya, yakni klasifikasi 4 kingdom. Sayangnya, klasifikasi ini ternyata masih dianggap memiliki kelemahan. Sistem klasifikasi 5 kingdom belum mampu mengklasifikasikan kingdom monera secara tepat. Di dalam kingdom monera masih terdapat banyak perbedaan yang signifikan, seperti dalam hal RNA polymerase, RNA sequences, Introns, membran lipid, dan lainnya.
6. Sistem Klasifikasi 6 Kingdom
Sistem klasifikasi makhluk hidup menjadi 6 kingdom pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan asal Amerika bernama Carl Woese pada tahun 1977. 6 kingdom yang diklasifikasikan oleh Carl Woese adalah kingdom Animalia, kingdom Plantae, kingdom Protista, kingdom Mycota, kingdom Eubacteria, dan kingdom Archaebacteria. Awal mula dilakukannya klasifikasi 6 kingdom ini karena adanya penemuan monera archaebacteria di samudera. Ternyata monera archaebacteria tersebut memiliki perbedaan dengan kingdom monera lainnya yang merupakan eubacteria. Berdasarkan penelitian, arcahaebacteria lebih menyerpai sel eukariotik. Namun pada masa ini banyak ilmuwan yang pro dan kontra terhadap pengklasifikasian kingdom monera. Para ilmuwan menganggap bahwa kingdom monera sudah mencakup eubacteria dan juga archaebacteria sekaligus. Namun banyak juga ilmuwan yang setuju dengan sistem klasifikasi pada kingdom monera tersebut. Alasannya, penjelasan mengenai kingdom monera menjadi lebih spesifik sehingga mempermudah proses penelitian lebih lanjut.
7. Sistem Klasifikasi 7 Kingdom
Sistem klasifikasi 7 kingdom pertama kali dikembangkan oleh Cavalier-Smith pada tahun 1998. 7 kingdom yang dimaksud meliputi kingdom Animalia, Plantae, Protista, Chromista, Eumycota, Eubacteria, dan Archaebacteria. Dasar klasifikasi ini adalah dua kelas utama makhluk hidup yakni eukariotik dan prokariotik. Selanjutnya, organisme eukariotik terbagi menjadi 5 kingdom yaitu Animalia, Plantae, Protozoa (protista), Eumycota dan Chromista. Sedangkan organisme prokariotik terbagi menjadi 2 kingdom yaitu Eubacteria dan Archaebacteria. (baca : ciri ciri  Archaebacteria dan eubacteria)
Dalam klasifikasi 7 kingdom terdapat jenis kingdom baru, yakni kingdom Chromista. Kingdom tersebut memiliki anggota yang berasal dari kingdom fungi dan protista yaitu Oomycota, Hyphochytriomycota, Bacillariophyta, Xanthophyta, Silicoflagellates, Chrysophyta, dan Phaeophyta. Beberapa jenis organisme tersebut memiliki perbedaan dengan kingdom asalnya karena organisme tersebut memiliki klorofil a dan klorofil c. Organisme tersebut juga tidak menyimpan makanan sebagai kanji melainkan dalam bentuk minyak, dan juga organisme-organisme tersebut mampu menghasilkan sel dengan dua flagella yang berlainan. Klasifikasi kingdom ini dianggap lebih sempurna karena mampu mengklasifikasikan berbagai kingdom menjadi lebih spesifik.


Demikian perkembangan sistem klasifikasi makhluk hidup sampai sekarang. Klasifikasi makhluk hidup bisa saja mengalami perubahan sewaktu-waktu mengingat penemuan spesies-spesies baru masih sangat mungkin terjadi. Selan itu, penelitian tentang berbagai makhluk hidup juga terus dilakukan sehingga perubahan juga bisa terjadi untuk menyempurnakan pengetahuan.